![]() |
picture taken from http://bit.ly/Jz5mGO |
Saya mulai menulis lagi. Kali ini saya sudah membulatkan tekad untuk menyelesaikan cerita yang sudah dimulai. Bertahun-tahun saya biarkan hingga kehilangan momen untuk melanjutkan. Rasa malas begitu menggelayut manja acap kali saya beradu pandang dengan laptop. Sembari menyesap teh dari cangkir keramik dengan kepulan asap yang menari diatasnya,
kepala saya terayun pelan seiring lagu Priscilla Ahn dengan judul Dreammengalun pelan ditelinga, menikmati tiap melodi. Buku-buku jari saya mengetuk pelan meja kayu yang menjadi penopang laptop. Saya mengambil posisi senyaman mungkin, menyandarkan punggung kesandaran bangku dan menyilangkan kaki.
kepala saya terayun pelan seiring lagu Priscilla Ahn dengan judul Dreammengalun pelan ditelinga, menikmati tiap melodi. Buku-buku jari saya mengetuk pelan meja kayu yang menjadi penopang laptop. Saya mengambil posisi senyaman mungkin, menyandarkan punggung kesandaran bangku dan menyilangkan kaki.
![]() |
taken from http://bit.ly/IzSh1P |
Hari ini, saya menulis. Menulis karena saya ingin. Ada yang pernah bilang ke saya bahwa menulis itu suatu proses pengenalan diri. Benarkah begitu? Mungkin. Banyak alasan yang bisa menjelaskan, selama itu rasional dan logis, menurut saya.
Bagi saya sendiri, menulis itu seperti proses melahirkan. Sekonyong-konyong saya sudah merasakan bagaimana proses melahirkan ya? Hahaha… padahal nikah saja belum. Karena butuh waktu panjang merangkum cerita hingga layak disajikan untuk pembaca.
Terkadang saya terkekeh geli. Bahwa menulis itu sendiri bisa membuat pergulatan emosi dalam batin saya. Pemunculan karakter, setting, konflik, tata bahasa sesuai EYD dan masih banyak lagi. Lucunya, seiring saya meresapi kegiatan saya, yang notabenenya penulis amatir ini, sekarang ini malah jadi membayangkan garis besar ‘seperti inikah Tuhan berperan dalam hidup kita?’ Menentukan garis cerita, tokoh-tokoh yang hadir dalam kehidupan seorang, alur cerita, konflik, dsb. Dalam cerita, saya merasa seperti si penentu segala yang ingin saya ciptakan. Saya bisa seenak jidat mengubah dan menambahkan karakter serta sifat ke tokoh. Membuat kehidupan tokoh-tokoh saya jungkir balik tanpa ampun, membuat akhir yang bahagia atau sedih? Malah condong ke tragis. Tapi apakah saya juga bisa seenak udel dalam kehidupan saya? Mengatur itu semua layaknya pewayangan? Tentu tidak, saya manusia yang menuliskan mimpi dan cita-cita saya. Dan Tuhanlah yang menentukan pastinya yang terbaik semua berjalan seperti apa.
Saya memberi nutrisi otak saya dengan melahap berbagai bacaan. Tentu sebelumnya saya sudah mendapat gambaran besar dan detil seperti apa cerita yang ingin saya susun dan sampaikan. Segala sumber informasi, pengetahuan, berita, mengenai keterkaitannya dengan bahan tulisan saya, pasti saya telaah dengan seksama. Saya bersyukur dengan teknologi canggih seperti sekarang. Hanya dengan 1 colokan, kita terhubung ke jendela dunia yang akan memberikan kita segala hal yang kita butuhkan atau tidak. Dan dengan beberapa kali klik saja, voila! Riset saya terbantu banyak.
Ternyata menulis itu memang tak semudah ketika kita menulis asal pada sebuah lembaran putih digital yang terpampang dilayar monitor 15 inchi ini. Pernah suatu kali saya hanya menatap kosong tanpa melakukan pergerakan sedikit pun. Dikala otak dipenuhi berbagai macam pikiran, saya pun lebih memilih menyingkir dari naskah tulisan saya. Mengurung diri dengan kata-kata dalam berbagai jenis buku, menandai bagian-bagian yang menjadi inspirasi dengan mark notes.
Miris ketika dihadapkan situasi dimana saya harus berpuas diri selama setengah hari berdiam—beradu dengan ide dan keyboard, hanya menghasilkan 1 halaman saja. Karena memang, menulis itu tidak mudah. Saya harus mengikut sertakan emosi saya dalam cerita tersebut. Memerankan si pemeran utama yang dipertemukan berbagai jalan cerita.
Tak hanya itu, juga dengan tokoh-tokoh lainnya, membayangkan si A bersikap kasar ke B, lalu bagaimana perasaan dan tanggapan si B dengan sifat dan karakter yang saya bangun. Serta pendeskripsian tiap adegan. Cukup membuat saya pontang-panting merunutkan semua. Tapi, disitulah kesenangannya. Kadang saya suka ngomel sendiri pada diri sendiri, entah karena cerita yang begitu mentah. Atau, alur cerita yang menyimpang jauh dari benang merah yang telah saya buat di awal. Lucu. Dan di sinilah saya, mengistirahatkan otak saya dari naskah mentah tersebut. Membuat sepenggal coretan hati yang menggumpal dibenak dan dituangkan dengan lincah diblog ini.
Today a reader, tomorrow a leader.
A good readers live a comment here ^ ^
I always try to reply your comment and visit back to your blog/website.
So, keep coming back and we can be a friend xoxo